Kamis, 31 Oktober 2013
Selasa, 29 Oktober 2013
Kamis, 24 Oktober 2013
SKRIPSI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW BAB II
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A.
Model
Pembelajaran Kooperatif
Menurut
Suyatno (2009: 51) model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran
dengan cara berkelompok untuk cara bekerja sama saling membantu mengkonstruksi
konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Siswa diminta bekerja dalam
kelompok yang heretoren.
Eggen
dan Kauchack (dalam Trianto, 2011: 42) pembelajaran koperatif (Cooperative Learning) merupakan sebuah
kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara kolaborasi
untuk mencapai tujuan bersama. Model pembelajaran koperatif lebih mengedepankan
kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan
keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan model
pembelajaran koperatif adalah hasil belajar akademik atau tertulis siswa
meningkat dan siswa dapat menerima berbagai perbedaan dari temannya serta
pengembangan keterampilan sosial.
Model
pembelajaran koperatif (Cooperative Learning)
adalah salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual
yang mendukung teori perkembangan kontruktivisme. Pada dasarnya pendekatan
teori ini menekankan kepada siswa untuk dapat menemukan dan mengubah pengetahuan yang mereka peroleh.
B.
Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Jigsaw
dalam bahasa Inggris berarti gergaji. Jadi, pembejaran Kooperaf tipe Jigsaw mengikuti bentuk gigi sebuah
gergaji, yaitu siswa melakukan kegiatan pembelajaran dengan cara bekerja sama
dengan siswa lain yang saling tukar antar kelompok. Maka akan terbentuk bagan
pertukaran kelompok seperti dibawah ini :
Gambar 2.1
M N O
P Q R
|
G H I
J K L
|
A B C
D E F
|
A G M
D J P
|
B H N
E K Q
|
C I O
F L R
|
Koperatif
tipe Jigsaw merupakan salah satu
model pembelajaran yang paling fleksibel.
Dimana guru dapat mengubah struktur keanggotaan setiap tim jika terjadi keadaan
yang tidak diharapkan. Hal ini berkaitan dengan pengaturan anggota kelompok
dimana jika terjadi dalam suatu kelompok terdapat siswa dengan taraf kognitif
diatas rata- rata kelas, maka guru dapat mengatur susunan kelompok lagi.
Diperlukannya
pengelompokan yang bersifat heterogen (keberagaman) agar menciptakan suasana
belajar yang kondusif, adapun langkah-langkah yang dapat ditempuh seperti
berikut:
1.
Menyampaikan
tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa
2. Menyampaikan
informasi atau materi secara umum
3.
Mengatur siswa
kedalam kelompok asal dan kelompok ahli
4.
Membimbing
kelompok bekerja dan belajar
5.
Memberi evaluasi
6.
Memberi
penghargaan
Tahapan atau
fase yang harus dijalani oleh guru dalam penerapan model ini antara lain:
1) Kelompok Asal (Base Group)
Siswa dibagi ke dalam kelompok kecil yang
beranggotakan 4 – 6 orang siswa yang
heterogen. Pengelompokan siswa dilakukan secara random. Bagikan materi atau tugas yang
sesuai dengan pembelajaran
yang diajarkan. Masing-masing
siswa dalam kelompok mendapat
tugas atau materi yang berbeda dan memahami informasi yang berada di dalamnya.
2) Kelompok Ahli (Expert Group)
Kumpulkan masing-masing siswa yang memiliki
tugas atau materi yang sama dalam
satu kelompok, yakni kelompok ahli. Dalam
kelompok ahli ini guru menugaskan siswa belajar bersama untuk menjadi ahli
sesuai dengan materi atau tugas yang menjadi tanggung jawab siswa.
Tugaskan
bagi semua anggota kelompok ahli untuk memahami dan dapat menyampaikan
informasi tentang hasil dari materi atau tugas yang telah dipahami kelompok
asal.
Apabila
tugas sudah selesai dikerjakan dalam kelompok ahli, masing- masing siswa kembali ke
kelompok asal. Beri
kesempatan secara bergiliran masing-masing siswa untuk menyampaikan hasil dari diskusi dikelompok ahli. Apabila kelompok sudah
menyelesaikan tugasnya, secara keseluruhan masing- masing kelompok melalui perwakilan atau ketua kelompok melaporkan
hasilnya dan mempresentasikannya
didalam forum kelas.
Setelah kuis dilakukan, maka
dilakukan perhitungan skor perkembangan individu dan skor kelompok. Skor
individu setiap kelompok memberi sumbangan pada skor kelompok berdasarkan
rentang nilai yang ditentukan guru. Pada akhir pembelajaran, guru memberikan reinforcement berupa penghargaan
kelompok.
Kelebihan model pembelajaran
koperatif tipe Jigsaw ialah persentase kegagalannya yang relatif kecil. Hal ini
disebabkan setiap siswa harus meguasai satu sub atau satu materi untuk
dijelaskan kepada temannya, sehingga memotivasi siswa yang lemah dalam
pelajaran untuk bertindak aktif agar ia menguasai materi yang diberikan guru.
C.
Hasil
Belajar Matematika
Belajar
menurut beberapa ahli ialah (Syaiful 2003: 14):
1. Skiner berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses
adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif
2.
Gegne
berpendapat bahwa belajar adalah kegiatan yang kompleks, dan hasil belajar
berupa kapabilitas, timbulnya kapabilitas disebabkan stimulasi yang berasal
dari lingkungan, dan proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar
Secara
rinci belajar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh
pengetahuan baik secara formal maupun nonformal yang dapat menimbulkan
perubahan pada cara berfikir, bertingkah laku, dan merespon suatu peristiwa
dalam interaksi sosial.
Hasil
belajar sebagai dampak pengajaran dari proses pembelajaran. Ciri- ciri dari
perubahan yang menggambarkan hasil belajar seperti perubahan tingkah laku,
perubahan kepribadian, dan pola pikir. Jadi, hasil belajar lebih mengedepankan
perubahan atau bertambahnya pengetahuan seorang individu.
Dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan keterampilan, sikap dan
keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan
oleh guru sehingga dapat mengaplikasikan pengetahuan itu dalam kehidupan
sehari-hari.
Jadi,
hasil belajar matematika merupakan output
yang diperoleh dari proses pembelajaran matematika yang dilaksanakan oleh guru
dan siswa disekolah melalui kegiatan belajar, ujian, kuis, dan ulangan harian.
Dalam penelitian ini hasil belajar yang dimaksud adalah perolehan nilai atau
skor.
D.
Hubungan
Model Pembelajaran Koperatif Tipe Jigsaw
dengan Hasil Belajar Matematika
Adapun
hubungan yang terjadi pada kedua variabel adalah hubungan sebab-akibat, dimana
model yang dipakai dapat mempengaruhi hasil belajar siswa, baik menurunkan atau
meningkatkan hasil belajar.
Melalui
pembelajaran model kooperatif tipe Jigsaw,
siswa akan dapat memperbaiki kelemahan- kelemahan dan kekurangan dalam memahami
suatu materi. Siswa belajar bersama, saling membantu dan berdiskusi dalam
menyelesaikan soal- soal pada satu kegiatan pembelajaran, yang akan mempererat
hubungan antar sesama siswa.
E.
Hipotesis
Berdasarkan
rumusan penelitian yang dikemukanan di atas, maka hipotesis penelitian
dirumuskan sebagai berikut : “Terdapat perbedaan signifikan peningkatan hasil
Matematika antara siswa yang memperoleh pembelajaran melalui penerapan model
pembelajaran koopertif tipe Jigsaw
dan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.”
JIGSAW BAB 1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Matematika
merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki peranan penting yang
diberikan kepada siswa. Matematika juga bersifat universal, yang berarti bahwa
ilmu ini dapat diterapkan dalam setiap kegiatan manusia. Menurut Naga
(Abdurrahman 2003: 253) bidang studi matematika yang diajarkan di Sekolah Dasar
mencakup tiga cabang yaitu aritmatika, aljabar dan geometri.
Sekolah
dasar sebagai salah satu sarana penanaman ilmu pengetahuan, disinilah peranan
awal bagi seorang individu membangun
pondasi dasar mengenai kemampuan maupun kompetensi matematikanya. Sekolah
memberikan bimbimngan dan kesempatan bagi siswa dalam mengembanakan kemapuan
mereka, terutama dalam penguasan konsep dasar matematika.
Adapun
tujuan pendidikan matematika di dalam kurikulum KTSP (2006: 158) yaitu agar
peserta didik memiliki kemampuan:
1.
Memahami konsep
matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep
atau alogaritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan
masalah.
2.
Menggunakan
penalaran pada pola sifat, melakukan manipulasi matematika, dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan menyatakan matematika
3.
Memecahkan
masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
4.
Mengkomunikasikan
gagasan dan simbol,
tabel, atau
media untuk memperjelas solusi yang diperoleh.
5.
Memiliki sikap
menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu,
perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya
diri dalam pemecahan masalah.
Siswa
dituntut agar dapat menguasai kemampuan dasar matematika, seperti operasi
penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian melalui bimbingan serta
arahan guru disekolah. Seperti yang disebutkan diatas, sekolah menjadi tempat
berinteraksinya antara guru dan siswa harus dapat menjawab tantangan tersebut.
Seluruh
kompetensi diatas dapat dinilai melalui hasil belajar siswa. Hasil belajar yang
paling akurat ialah hasil belajar dalam bentuk nilai atau skor yang diperoleh
dari tes. Melalui perolehan nilai, kita dapat membandingkan dan mengamati
perubahan dalam bentuk peningkatan atau penurunan kualitas belajar siswa.
Faktor
eksternal yang mempengaruhi belajar siswa terdiri atas dua macam yaitu faktor
lingkungan sosial dan lingkungan nonsosial. Salah satu faktor eksternal
lingkungan nonsosial yang mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu model
pembelajarn yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran.
Jika
model pembelajaran yang digunakan tidak sesuai dengan kemampuan siswa maka
pembelajaran akan terhambat dan hasilnya pembelajaran akan rendah, sebaliknya
jika model yang digunakan sesuai maka hasil belajar pun meningkat. Pembelajaran
biasa biasanya digunakan oleh para guru dalam penyampaikan materi matematika.
Semakin
berkembang dan bervariasinya model- model pembelajaran menciptakan alternatif-
alternatif cara mengajar bagi guru dalam proses pembelajaran. Kebanyakan model-
model pembelajaran yang baru hanya berpedoman pada perkembangan pendidikan
dunia barat, sehingga sulit bagi para pendidik kita untuk menerapkannya karena
faktor budaya dan kemampuan siswa kita yang berbeda.
Selama
ini proses pembelajaran
matematika masih didominasi oleh
guru, sehingga komunikasi yang terjadi hanya bersumber satu arah, yakni guru. Pembelajaran
tipe ini cenderung membawa situasi kelas menjadi tegang karena menuntut siswa
konsentrasi penuh secara terus menerus dari awal sampai akhir pembelajaran. Hal
yang demikian merupakan salah satu keprihatinan bagi guru yang perlu segera
dipecahkan, jika dibiarkan berkepanjangan berdampak pada hasil belajar siswa
nantinya.
Kenyataan
yang terjadi dikelas V Sekolah Dasar Negeri 99 Pekanbaru adalah kurangnya kemampuan dan minat belajar
matematika yang berujung pada rendahnya hasil belajar matematika. Siswa beranggapan bahwa matematika adalah pelajaran
sulit dan membosankan. Sehingga dalam proses pembelajaran siswa menjadi kurang
tertarik pada matematika dengan beberapa gejala yang ditimbulkan.
Dalam
proses pembelajaran, siswa terbiasa diajarkan dengan menggunakan model
pembelajaran biasa. Memang hal ini tidak sepenuhnya salah, alangkah baiknya
jika siswa disajikan materi dengan melakukan variasi model dalam penyampaian
materi pembelajaran. Terutama penyesuaian cara mengajar dengan perkembangan
mental anak saat ini telah banyak dipengaruhi oleh lingkunganya agar menarik
minat belajarnya.
Salah
satu model pembelajaran yang dapat menarik minat siswa yakni model pembelajaran
Kooperatif tipe Jigsaw. Dimana akan
membantu guru dalam menyampaikan materi dan dapat meningkatkan hasil belajar
siswa melalui diskusi saling silang
antar kelompok. Sehubungan dengan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk
mengetahui hubungan antara model pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw dan minat belajar dengan
melakukan penelitian dengan judul, ” Model
Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Matematika Siswa Sekolah Dasar (Studi Eksperimen di Kelas V SD Negeri 99 Pekanbaru) ”.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah, maka rumusan masalah penelitian adalah, ” Apakah
terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan hasil belajar matematika antara
siswa yang memperoleh penerapan model pembelajaran model Kooperatif tipe Jigsaw dan siswa yang memperoleh
pembelajaran biasa?”
C.
Tujuan
Penelitian
Penelitian ini
bertujuan untuk perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang memperoleh
penerapan model pembelajaran model Kooperatif tipe Jigsaw dan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa, khusus pada
materi bangun datar.
D.
Manfaat
Penelitian
Adapun manfaat
yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain:
1. Bagi
siswa, merupakan
salah satu usaha meningkatkan
hasil belajar
2. Bagi
guru, dapat
dijadikan salah satu alternatif strategi pembelajaran
3. Bagi
sekolah, penelitian
ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan proses
pembelajaran dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan
4. Bagi
peneliti lain, sebagai
landasan untuk dapat dijadikan bahan bagian penelitian lebih lanjut dalam
cakupan yang lebih luas.
E.
Defenisi
Operasional
Untuk
menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang
terdapat pada rumusan masalah dalam penelitian ini, perlu dikemukakan definisi
operasional sebagai berikut :
1. Model
Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw
adalah salah satu model pembelajaran yang menekan pada kerja sama antar
individu dalam kelompok asal dan di kelompok atau tim ahli dalam memecahkan
masalah.
2. Hasil
belajar matematika adalah hasil yang diperoleh siswa selama mengikuti proses
belajar matematika, dapat berupa nilai, pemahaman, pengetahuan dan keterampilan
matematika lainnya.
3. Model
pembelajaran biasa di definiskan sebagai model pembelajaran yang digunakan oleh
guru matematika di SDN 99 Pekanbaru yang menjadi tempat penelitian.
Pembalajaran di SD ini didominasi oleh metode ceramah dan tanya jawab, dimana
guru lebih cenderung lebih aktif sebagai sumber informasi bagi siswa dan siswa
cenderung pasif dalam menerima informasi.
Langganan:
Postingan (Atom)