Kamis, 24 Oktober 2013

FIRST PAGE OF ORI


SKRIPSI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW BAB II



BAB II
KAJIAN TEORITIS

A.            Model Pembelajaran Kooperatif
            Menurut Suyatno (2009: 51) model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk cara bekerja sama saling membantu mengkonstruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Siswa diminta bekerja dalam kelompok yang heretoren.
Eggen dan Kauchack (dalam Trianto, 2011: 42) pembelajaran koperatif (Cooperative Learning) merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara kolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Model pembelajaran koperatif lebih mengedepankan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan model pembelajaran koperatif adalah hasil belajar akademik atau tertulis siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai perbedaan dari temannya serta pengembangan keterampilan sosial.
Model pembelajaran koperatif (Cooperative Learning) adalah salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual yang mendukung teori perkembangan kontruktivisme. Pada dasarnya pendekatan teori ini menekankan kepada siswa untuk dapat menemukan dan mengubah  pengetahuan yang mereka peroleh.

B.            Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Jigsaw dalam bahasa Inggris berarti gergaji. Jadi, pembejaran Kooperaf tipe Jigsaw mengikuti bentuk gigi sebuah gergaji, yaitu siswa melakukan kegiatan pembelajaran dengan cara bekerja sama dengan siswa lain yang saling tukar antar kelompok. Maka akan terbentuk bagan pertukaran kelompok seperti dibawah ini :
Gambar 2.1
M N O
P Q R
G H I
J K L
A B C
D E F
Bagan Pertukaran Kelompok

A G M
D J P
B H N
E K Q

C I O
F L R
 





Koperatif tipe Jigsaw merupakan salah satu model pembelajaran yang paling fleksibel. Dimana guru dapat mengubah struktur keanggotaan setiap tim jika terjadi keadaan yang tidak diharapkan. Hal ini berkaitan dengan pengaturan anggota kelompok dimana jika terjadi dalam suatu kelompok terdapat siswa dengan taraf kognitif diatas rata- rata kelas, maka guru dapat mengatur susunan kelompok lagi.
Diperlukannya pengelompokan yang bersifat heterogen (keberagaman) agar menciptakan suasana belajar yang kondusif, adapun langkah-langkah yang dapat ditempuh seperti berikut:
1.      Menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa
2.      Menyampaikan informasi atau materi secara umum
3.      Mengatur siswa kedalam kelompok asal dan kelompok ahli
4.      Membimbing kelompok bekerja dan belajar
5.      Memberi evaluasi
6.      Memberi penghargaan
Tahapan atau fase yang harus dijalani oleh guru dalam penerapan model ini antara lain:
1)       Kelompok Asal (Base Group)
 Siswa dibagi ke dalam kelompok kecil yang beranggotakan 4 – 6 orang siswa yang heterogen. Pengelompokan siswa dilakukan secara random. Bagikan materi atau tugas yang sesuai dengan pembelajaran yang diajarkan. Masing-masing siswa dalam kelompok mendapat tugas atau materi yang berbeda dan memahami informasi yang berada di dalamnya.
2)       Kelompok Ahli (Expert Group)
 Kumpulkan masing-masing siswa yang memiliki tugas atau materi yang sama dalam satu kelompok, yakni kelompok ahli. Dalam kelompok ahli ini guru menugaskan siswa belajar bersama untuk menjadi ahli sesuai dengan materi atau tugas yang menjadi tanggung jawab siswa.
            Tugaskan bagi semua anggota kelompok ahli untuk memahami dan dapat menyampaikan informasi tentang hasil dari materi atau tugas yang telah dipahami kelompok asal.
Apabila tugas sudah selesai dikerjakan dalam kelompok ahli, masing- masing siswa kembali ke kelompok asal. Beri kesempatan secara bergiliran masing-masing siswa untuk menyampaikan hasil dari diskusi dikelompok ahli. Apabila kelompok sudah menyelesaikan tugasnya, secara keseluruhan masing- masing kelompok melalui perwakilan atau ketua kelompok melaporkan hasilnya dan mempresentasikannya didalam forum kelas.
            Setelah kuis dilakukan, maka dilakukan perhitungan skor perkembangan individu dan skor kelompok. Skor individu setiap kelompok memberi sumbangan pada skor kelompok berdasarkan rentang nilai yang ditentukan guru. Pada akhir pembelajaran, guru memberikan reinforcement berupa penghargaan kelompok.
            Kelebihan model pembelajaran koperatif tipe Jigsaw ialah persentase kegagalannya yang relatif kecil. Hal ini disebabkan setiap siswa harus meguasai satu sub atau satu materi untuk dijelaskan kepada temannya, sehingga memotivasi siswa yang lemah dalam pelajaran untuk bertindak aktif agar ia menguasai materi yang diberikan guru.
C.            Hasil Belajar Matematika
            Belajar menurut beberapa ahli ialah (Syaiful 2003: 14):
1.      Skiner berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif
2.      Gegne berpendapat bahwa belajar adalah kegiatan yang kompleks, dan hasil belajar berupa kapabilitas, timbulnya kapabilitas disebabkan stimulasi yang berasal dari lingkungan, dan proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar
Secara rinci belajar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh pengetahuan baik secara formal maupun nonformal yang dapat menimbulkan perubahan pada cara berfikir, bertingkah laku, dan merespon suatu peristiwa dalam interaksi sosial.
Hasil belajar sebagai dampak pengajaran dari proses pembelajaran. Ciri- ciri dari perubahan yang menggambarkan hasil belajar seperti perubahan tingkah laku, perubahan kepribadian, dan pola pikir. Jadi, hasil belajar lebih mengedepankan perubahan atau bertambahnya pengetahuan seorang individu.
Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengaplikasikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.
Jadi, hasil belajar matematika merupakan output yang diperoleh dari proses pembelajaran matematika yang dilaksanakan oleh guru dan siswa disekolah melalui kegiatan belajar, ujian, kuis, dan ulangan harian. Dalam penelitian ini hasil belajar yang dimaksud adalah perolehan nilai atau skor.
D.           Hubungan Model Pembelajaran Koperatif Tipe Jigsaw dengan Hasil   Belajar Matematika
Adapun hubungan yang terjadi pada kedua variabel adalah hubungan sebab-akibat, dimana model yang dipakai dapat mempengaruhi hasil belajar siswa, baik menurunkan atau meningkatkan hasil belajar.
Melalui pembelajaran model kooperatif tipe Jigsaw, siswa akan dapat memperbaiki kelemahan- kelemahan dan kekurangan dalam memahami suatu materi. Siswa belajar bersama, saling membantu dan berdiskusi dalam menyelesaikan soal- soal pada satu kegiatan pembelajaran, yang akan mempererat hubungan antar sesama siswa.
E.                 Hipotesis
Berdasarkan rumusan penelitian yang dikemukanan di atas, maka hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut : “Terdapat perbedaan signifikan peningkatan hasil Matematika antara siswa yang memperoleh pembelajaran melalui penerapan model pembelajaran koopertif tipe Jigsaw dan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.”



JIGSAW BAB 1



BAB I
PENDAHULUAN

A.            LATAR BELAKANG MASALAH
            Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki peranan penting yang diberikan kepada siswa. Matematika juga bersifat universal, yang berarti bahwa ilmu ini dapat diterapkan dalam setiap kegiatan manusia. Menurut Naga (Abdurrahman 2003: 253) bidang studi matematika yang diajarkan di Sekolah Dasar mencakup tiga cabang yaitu aritmatika, aljabar dan geometri.
Sekolah dasar sebagai salah satu sarana penanaman ilmu pengetahuan, disinilah peranan awal bagi seorang individu  membangun pondasi dasar mengenai kemampuan maupun kompetensi matematikanya. Sekolah memberikan bimbimngan dan kesempatan bagi siswa dalam mengembanakan kemapuan mereka, terutama dalam penguasan konsep dasar matematika.
Adapun tujuan pendidikan matematika di dalam kurikulum KTSP (2006: 158) yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan:
1.      Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau alogaritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
2.      Menggunakan penalaran pada pola sifat, melakukan manipulasi matematika, dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan menyatakan matematika
3.      Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
4.      Mengkomunikasikan gagasan dan simbol, tabel, atau media untuk memperjelas solusi yang diperoleh.
5.      Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
 Siswa dituntut agar dapat menguasai kemampuan dasar matematika, seperti operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian melalui bimbingan serta arahan guru disekolah. Seperti yang disebutkan diatas, sekolah menjadi tempat berinteraksinya antara guru dan siswa harus dapat menjawab tantangan tersebut.
Seluruh kompetensi diatas dapat dinilai melalui hasil belajar siswa. Hasil belajar yang paling akurat ialah hasil belajar dalam bentuk nilai atau skor yang diperoleh dari tes. Melalui perolehan nilai, kita dapat membandingkan dan mengamati perubahan dalam bentuk peningkatan atau penurunan kualitas belajar siswa.
Faktor eksternal yang mempengaruhi belajar siswa terdiri atas dua macam yaitu faktor lingkungan sosial dan lingkungan nonsosial. Salah satu faktor eksternal lingkungan nonsosial yang mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu model pembelajarn yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran.
Jika model pembelajaran yang digunakan tidak sesuai dengan kemampuan siswa maka pembelajaran akan terhambat dan hasilnya pembelajaran akan rendah, sebaliknya jika model yang digunakan sesuai maka hasil belajar pun meningkat. Pembelajaran biasa biasanya digunakan oleh para guru dalam penyampaikan materi matematika.
Semakin berkembang dan bervariasinya model- model pembelajaran menciptakan alternatif- alternatif cara mengajar bagi guru dalam proses pembelajaran. Kebanyakan model- model pembelajaran yang baru hanya berpedoman pada perkembangan pendidikan dunia barat, sehingga sulit bagi para pendidik kita untuk menerapkannya karena faktor budaya dan kemampuan siswa kita yang berbeda.
Selama ini proses pembelajaran matematika masih didominasi oleh guru, sehingga komunikasi yang terjadi hanya bersumber satu arah, yakni guru. Pembelajaran tipe ini cenderung membawa situasi kelas menjadi tegang karena menuntut siswa konsentrasi penuh secara terus menerus dari awal sampai akhir pembelajaran. Hal yang demikian merupakan salah satu keprihatinan bagi guru yang perlu segera dipecahkan, jika dibiarkan berkepanjangan berdampak pada hasil belajar siswa nantinya.
Kenyataan yang terjadi dikelas V Sekolah Dasar Negeri 99 Pekanbaru  adalah kurangnya kemampuan dan minat belajar matematika yang berujung pada rendahnya hasil belajar matematika. Siswa beranggapan bahwa matematika adalah pelajaran sulit dan membosankan. Sehingga dalam proses pembelajaran siswa menjadi kurang tertarik pada matematika dengan beberapa gejala yang ditimbulkan.
Dalam proses pembelajaran, siswa terbiasa diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran biasa. Memang hal ini tidak sepenuhnya salah, alangkah baiknya jika siswa disajikan materi dengan melakukan variasi model dalam penyampaian materi pembelajaran. Terutama penyesuaian cara mengajar dengan perkembangan mental anak saat ini telah banyak dipengaruhi oleh lingkunganya agar menarik minat belajarnya.
            Salah satu model pembelajaran yang dapat menarik minat siswa yakni model pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw. Dimana akan membantu guru dalam menyampaikan materi dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa  melalui diskusi saling silang antar kelompok. Sehubungan dengan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk mengetahui hubungan antara model pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw dan minat belajar dengan melakukan penelitian dengan judul, ” Model Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Sekolah Dasar (Studi Eksperimen di Kelas V SD  Negeri 99 Pekanbaru) ”.



B.            Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah penelitian adalah, ” Apakah terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan hasil belajar matematika antara siswa yang memperoleh penerapan model pembelajaran model Kooperatif tipe Jigsaw dan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa?”
C.            Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang memperoleh penerapan model pembelajaran model Kooperatif tipe Jigsaw dan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa, khusus pada materi bangun datar.
D.           Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain:
1.      Bagi siswa, merupakan salah satu usaha meningkatkan hasil belajar
2.      Bagi guru, dapat dijadikan salah satu alternatif strategi pembelajaran
3.      Bagi sekolah, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan proses pembelajaran dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan
4.      Bagi peneliti lain, sebagai landasan untuk dapat dijadikan bahan bagian penelitian lebih lanjut dalam cakupan yang lebih luas.



E.            Defenisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terdapat pada rumusan masalah dalam penelitian ini, perlu dikemukakan definisi operasional sebagai berikut :
1.      Model Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw adalah salah satu model pembelajaran yang menekan pada kerja sama antar individu dalam kelompok asal dan di kelompok atau tim ahli dalam memecahkan masalah.
2.      Hasil belajar matematika adalah hasil yang diperoleh siswa selama mengikuti proses belajar matematika, dapat berupa nilai, pemahaman, pengetahuan dan keterampilan matematika lainnya.
3.      Model pembelajaran biasa di definiskan sebagai model pembelajaran yang digunakan oleh guru matematika di SDN 99 Pekanbaru yang menjadi tempat penelitian. Pembalajaran di SD ini didominasi oleh metode ceramah dan tanya jawab, dimana guru lebih cenderung lebih aktif sebagai sumber informasi bagi siswa dan siswa cenderung pasif dalam menerima informasi.